PERINGATAN HARDIKNAS, UNTUK APA?
2 Mei 1922, tanggal di saat lahirnya
seorang yang digelari Pelopor Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Pendiri
Taman Siswa, sekolah yang memberikan kesempatan mendapatkan pendidikan untuk
pribumi jelata seperti halnya priyayi dan Belanda di saat itu. Beliau juga mengenalkan tiga azas pendidikan, Ing Ngarso Sung Tulodo, yang di depan dapat memberikan teladan yang baik, Ing Madya Mangun Karso, yang di tengah sama-sama mencapai tujuan, dan yang paling populer dalam dunia pendidikan, Tut Wuri Handayani, yang di belakang dapat mengarahkan menuju hasil optimal.
Yah, sampai sekarang, demi menghargai
jasa seorang Ki Hajar Dewantara, diperingatilah tanggal kelahiran beliau
sebagai Hari Pendidikan Nasional. Hari dimana kita semua kembali diingatkan bahwa tanpa
ada pendidikan, tak akan ada orang-orang besar di negeri ini. Tanpa pendidikan,
tak akan ada ilmuwan, politisi, dokter, insinyur, perawat, manajer, presiden,
menteri, hakim, dan seterusnya, dan seterusnya. Tanpa ada ilmu pengetahuan yang
diberikan para pendidik, kehidupan manusia hanya akan memanfaatkan alam sebatas
apa yang diberikan oleh alam tanpa manusia tahu bagaimana cara membuatnya lebih
baik. Pendidikan adalah dasar utama pembangunan dan pengembangan kehidupan
manusia.
Saya jadi ingat pelajaran sejarah di
SMP dulu, guru saya pernah bercerita, saat Hiroshima dan Nagasaki jadi sebuah
pembuktian rumus Einstein oleh Amerika dengan menjatuhkan “Little Boy” dan “Fat
Man”, yang pertama kali ditanyakan kaisar Hirohito bukan berapa jumlah korban
jiwa, tapi berapa guru yang tersisa akibat ledakan dahsyat tersebut. Begitu
pentingnya pendidikan oleh bangsa negeri matahari terbit itu, sekarang kita bisa
melihat hasilnya dan kita juga ikut menikmatinya, karena memang sebagian besar
teknologi kita dipasok dari sana.
Indonesia, pada tanggal 2 mei, guru
adalah sorotan utama dari media-media nasional dan daerah, tentang bagaimana
kerja guru, guru yang kesejahteraannya masih belum membaik, ucapan salut kepada
“Oemar Bakri-Oemar Bakri” yang mau mengajar di pelosok negeri dengan gaji
seadanya, guru begini, guru begitu, pokoknya yang baik baiklah, atau yang
memprihatinkan.
Kesejahteraan guru di Indonesia belum
sebaik di negara lain, tolong jangan dibandingkan, apalagi dengan tetangga dekat
kita saja, Malaysia.Tolong. Jangan,membuat miris saja. Ya, Pemerintah memang
memberi tambahan tunjangan sertifikasi bagi guru-guru yang memenuhi syarat.
Tapi apa daya, harga bahan pokok yang juga ikut melonjak akibat
dikoar-koarkannya tunjangan tersebut menjadikan insentif tambahan yang (tidak
dipastikan) keluar sekali 3 bulan itu hanya sebagai bahan penambal hutang saja.
Dari yang saya lihat, guru mengapresiasi
apa yang dilakukan pemerintah demi kesejahteraan mereka, tapi alangkah baiknya
keluar tunjangan dan naiknya gaji tidak digembar gemborkan di media agar harga
bahan-bahan tidak ikut melonjak. Cerita dari orang tua saya yang juga sebagai
guru, di jaman Soeharto memerintah dulu, saat mengumumkan RAPBN di TVRI dan RRI,
beliau memberitakan hasil pertanian yang melimpah, hasil laut yang banyak, negara
yang semakin makmur, dan sebagainya, dan sebagainya. Namun beliau menambahkan
kalau sangat disayangkan sekali gaji guru dan ABRI tidak naik. Alangkah nestapa
perasaan guru dan ABRI di kala itu, tapi itu hanya sementara, beberapa hari
kemudian keluarlah edaran bahwa sebenarnya gaji naik, dan edaran itu tidak
diketahui seluruh kalangan masyarakat sehingga harga tetap stabil. Sekarang?
Baru kabar angin saja, sudah ada headline koran yang sangat besar gaji guru
naik sekian persen, pedagangpun pasang harga bahan pokok dengan harga sekian
persen lebih tinggi, dan mirisnya gaji guru baru naik setelah beberapa bulan
kemudian. Yah, Saya yakin pemerintahan selanjutnya punya strategi tersendiri
mengimbangkan kesejahteraan pegawai negara dengan gonjang-ganjing harga
kebutuhan pokok.
Membahas Hari Pendidikan Nasional
rasanya akan timpang jika hanya membahas dari sisi tenaga pendidik saja. Sekarang
bagaimana apresiasi pemerintah terhadap anak-anak berprestasi hasil didikan
para guru tersebut, yang ingin membuat Indonesia yang lebih baik?
Anak-anak Indonesia yang mampu
mengaplikasikan ilmu mereka untuk membuat hal baru ataupun membuat teknologi
yang lebih praktis ternyata lebih dihargai di negara lain. Ambil beberapa contoh:
Josaphat T.S Sumantyo, penemu radar 3 dimensi, penghargaan The Society of Instrument and Control Engineers (SICE) Remote Sensing Division Award (Jepang). |
Prof. Dr. Khoirul Anwar, Penemu sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing), bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang. |
Ricky Elson, seorang teknokrat Indonesia yang ahli dalam hal teknologi motor penggerak listrik. telah menemukan belasan teknologi motor penggerak listrik yang sudah dipatenkan oleh pemerintah Jepang. |
Kenapa mereka lebih bisa
berkembang di luar sana? Padahal mereka bisa saja membuat penemuan mereka di Indonesia.
Mungkin jawabannya negara-negara seperti Jepang, AS,
Belanda, dan negara-negara maju itu memberikan previllege untuk para ilmuwan dalam
mengembangkan ilmu yang mereka punya dengan diberikan fasilitas-fasilitas
terbaik melalui riset dan pengembangan.
Lalu bagaimana dengan
negeri kita sendiri? Entahlah, sudah banyak yang menanyakan hal tersebut, tapi
memang belum dapat jawabannya, atau memang sengaja disembunyikan untuk
kepentingan-kepentingan tertentu. Wallahualam. Semoga saja, dengan peringatan hari pendidikan nasional ini, mereka yang punya kuasa atas pemerintahan ini juga kembali ingat asas Tut Wuri Handayani agar benar-benar mau mendukung anak-anak bangsa yang ingin membangun Indonesia menjadi lebih baik.
sekiranya ada yang salah dalam penulisan saya di atas, kepada Allah saya mohon ampun, kepada saudara saya minta maaf. Selamat hari pendidikan nasional.
Rudi Ade Putra (Urang Kadai), Maninjau, Sumatera Barat
2 Mei 2014
Comments
Post a Comment